Oleh: Rinto Nurkamiden, S.Pd, MH
BOHUSAMI.ID, LIMBOTO – Loyalitas dan cari muka seringkali terjadi kesalah fahaaman dalam mengartikan. Ini adalah sebagai dua konsep yang berbeda dalam hubungan sosial dan profesional.
Loyalitas, pada dasarnya, merujuk pada kesetiaan dan dedikasi terhadap sesuatu atau kepada pemimpin berdasarkan kinerja dan kualitas, Seseorang yang loyal lebih mengedepankan rasionalitas dan komitmen terhadap nilai, prinsip, atau hubungan yang kuat berdasarkan profesionalisme.
Sedangkan Cari muka cenderung lebih identik Asal Bapak Senang mencerminkan perilaku yang bertujuan untuk menghadirkan pengakuan atau satu kegiatan yang dilakukan untuk menyenangkan tanpa rasio dan tanpa Selt wort yang penting menyenangkan seseorang tanpa memikirkan baik buruknya. cari muka seringkali lebih fokus pada citra atau kesan yang mereka buat di mata orang lain daripada pada nilai atau komitmen sejati.
Biasanya praktek cari muka seperti ini dilakukan sebagai bentuk balas budi atau ada iming iming sesuatu.
Dengan melihat dan mencermati fenomenai saat ini peralihan pucuk pimpinan, saat kepemimpinan yang baru melakukan pergantian dan mutasi jabatan, selalu saja ada fenomena menarik. Satu diantaranya adalah banyak orang-orang yang kekhawatiran, resah, dan galau. Sehingga metode dan jurus pun di keluarkan ungkapan Viral Koprol alias cari muka. Persepsi ini adalah orang-orang yang hidupnya selalu bergantung pada orang lain, tanpa bekal kualitas, profesionalitas atau ingin terlalu cepat secara instan dalam sebuah proses.
Sikap perilaku cerdik atau bahkan licik, dan tanpa rasa malu menemukan ‘muka’nya dari orang baru, dan melupakan orang orang lama dan lagi-lagi akan dijadikan tempat menggantungkan harapan tanpa berpikir untuk berubah dan tanpa memiliki landasan mental yang baik penuh dengan kesombongan.
Berbeda dengan halnya orang-orang yang loyalitas, berkinerja dan berkualitas yang tidak perlu susah payah “cari muka”. Mentalnya terlatih menandaskan keyakinan bahwa muka nya selalu melekat dalam dirinya dalam bentuk kualitas, tak perlu pengakuan siapapun dapat melihat Aura dan wibawahnya Mereka yang juga tak terlalu ambisius, karena selalu percaya bahwa tugas dan jabatan itu adalah amanah dan hanya sebuah titipan. Yakin bekerja dengan baik, ikhlas dan profesional, maka hal-hal yang mungkin akan datang dengan sendirinya, sebagai berkah kerja keras dan Anugerah dari Allah SWT, Tuhan YME.
Cari muka” bukan solusi untuk mengejar pangkat, jabatan yang menguntungkan bagi diri pribadi, apalagi secara instant tanpa sebuah proses. “Cari muka” adalah virus yang merusak, mulai dari mental hingga sistem. Beda cari muka dengan kualitas menghasilkan karya karya,, dengan cari muka hanya butuh pengakuan tanpa logical reasion Dalam alam birokrasi dan struktur kekuasaan, budaya “cari muka”, juga merusak sistem dan banyak salah jalan yang berdampak pada terjerat hukum.
Cari muka mengotori sistem. Seorang yang cari muka atau penjilat sangat ambisius dan oportunis. bekerja bukan semata-mata menjalankan tugas atas nama kewajiban, tapi lebih pada niat mencari keuntungan, bekerja demi pujian, uang, jabatan, atau karier semata. Selagi ada kesempatan,Asal bapak senang segala macam cara akan ditempuh tak peduli benar atau salah demi sebuah proses menyenangkan.
Virus penjilat atau pencari muka bukan tidak bisa diatasi atau paling tidak bisa diminimalkan. Kuncinya terletak pada sang pemimpin. Seorang penjilat akan mati kutu bila pimpinannya berkualitas, profesional dan idealis. Lidah seorang penjilat akan tumpul tak bertuah di hadapan pemimpin yang adil dan bijaksana.Seorang penjilat akan rontok harga dirinya di mata pemimpin yang lebih percaya pada kualitas dan prestasi yang dinilai secara objektif.
Semoga pemimpin Bupati dan Wakil Bupati pilihan rakyat dapat mengemban amanahnya dengan baik, adil dan bijaksana, serta selalu objektif dalam melakukan penilaian terhadap kualitas dan profesionalitas. Bukan berdasarkan pada koprolitas, mampu memilih dan memilah, mana yang baik, berkualitas dan berkinerja dan lebih penting menempatkan posisi sesuai potensi dan SDM demi Restorasi Berkemajuan dan Berkelanjutan
(Oemar Bakrie)