"Marhaban Ya Ramadhan" Keluarga Besar Media Bohusami Group Mengucapkan: Selamat Menjalankan Puasa Ramadhan 1446 H - 2025 M

24 Advokat Gerindra-PDIP Siap Patahkan Gugatan WLMM di MK

BOHUSAMI.ID, Jakarta – Sebanyak 24 advokat gabungan Gerindra dan PDIP resmi mendaftar di Mahkamah Konstitusi (MK) dan telah siap patahkan gugatan WLMM untuk membela Caroll Senduk-Sendy Rumajar (CSSR).

Para Kuasa Hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi CSSR itu memang dipersiapkan khusus kolaborasi Gerindra-PDI Perjuangan (PDIP) untuk mendampingi Caroll-Sendy sebagai Pihak Terkait terhadap Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Kota Tomohon yang diajukan WLMM.

Juru bicara Tim Advokasi CSSR Ralph Poluan., S.H., M.Kn., C.L.A. menyampaikan Gerindra-PDIP berharap MK menolak gugatan PHPU hasil Pilkada Kota Tomohon yang diajukan pasangan WLMM, karena tak memenuhi syarat materil sebagaimana ditentukan Peraturan Perundang-undangan, baik formil maupun materil.

“Undang-undang sudah sangat jelas menegaskan gugatan tersebut tak layak diterima. Salah satunya soal ambang batas yang sudah melebihi apa yang telah ditetapkan,” ujarnya Senin (6/1/2025) malam.

Advokat Ralph menyebut Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pasangan calon hanya dapat menggugat hasil pemilu jika selisih perolehan suara tidak melebihi 2% dari total suara sah untuk daerah dengan jumlah penduduk di bawah 250.000 jiwa.

Dia menyebut fakta data Pilkada Kota Tomohon 2024 dengan umlah penduduk : 102.724 jiwa dan DaftarPemilih Tetap (DPT) sebanyak 79.211 danotal Suara Sah 68.009, sebagai dasar gugatan PHPU yang diajukan WLMM sudah bertentangan dengan aturan tersebut.

Dikatakan Ralph paslon 2 (Wenny Lumentut-Michael Mait) meraih 29.494 suara atau 43,4%, sedangkan paslon 3 (Caroll Senduk-Sendy Rumajar) 31.173 suara (45,8%), sehingga terdapat selisih Suara WLMM dan CSSR yaitu 31.173 – 29.494 = 1.679 suara atau persentase Slselisih (1.679 / 68.009) × 100 ≈ 2,47%

“Selisih suara sebesar 2,47% ini melebihi ambang batas 2% yang ditetapkan undang-undang, sehingga gugatan terkait hasil pemilu itu seharusnya tidak dapat diterima oleh MK,” tegasnya.

Ralph juga menyebut Pasal 73 UU No. 10 Tahun 2016 menyatakan bahwa pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Bawaslu untuk diselidiki dan diputuskan. Jika terbukti, Bawaslu akan merekomendasikan pembatalan pasangan calon kepada KPU.

Faktanya, kata dia, WLMM tidak pernah melaporkan dugaan pelanggaran TSM kepada Bawaslu selama proses Pilkada berlangsung. Tidak ada catatan resmi dari Bawaslu yang menunjukkan adanya pelanggaran TSM oleh CSSR.

“Karena dugaan pelanggaran TSM tidak diproses sesuai prosedur hukum, gugatan WLMM terkait TSM di MK ini pun juga harusnya tidak dapat diterima,” jelasnya.

Dia kemudian mengungkapkan hal ironis dari gugatan PHPU itu bahwa meskipun WLMM mengajukan gugatan ke MK dengan tuduhan pelanggaran terhadap CSSR, diduga mereka sendiri telah melakukan berbagai pelanggaran serius selama proses Pilkada, yang telah dilaporkan oleh Tim Hukum CSSR ke Bawaslu.

“Misalnya ada politik janji melalui kartu atau voucher yang diduga dibagikan WLMM kepada konstituen dengan janji bahwa barang itu tersebut dapat ditukarkan dengan uang jika mereka menang,” tuturnya.

Dasar hukum yang dilanggar, kata Ralph adalah Pasal 73 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada melarang pasangan calon memberikan janji atau uang kepada pemilih untuk memengaruhi hasil pemilu.

Menurut Ralph yang juga Ketua Relawan Satria Tomohon ini, ada ketidakpatuhan terhadap teguran Bawaslu yang tidak diindahkan WLMM, misalnya memasang baliho sosialisasi bersama pasangan calon gubernur/wakil gubernur usungan parpol, padahal keduanya dari jalur perseorangan/independen.

“Tindakan itu sudah sangat jelas melanggar Pasal 122 huruf c UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur kewajiban peserta pemilu untuk mematuhi aturan yang ditetapkan oleh penyelenggara pemilu,” tambah dia lagi.

Ketidakpatuhan ini, kata dia, menunjukkan pelanggaran yang mencerminkan sikap tidak menghormati penyelenggara pemilu.

Demikian pula soal pemanfaatan Apatur Sipil Negara (ASN) di mana WLMM diduga memanfaatkan ASN yang pernah dibinanya saat menjabat sebagai Wakil Wali Kota untuk mendukung kampanye mereka.

Dasar hukum yang dilanggar adalah Pasal 70 ayat (1) huruf b UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada melarang pasangan calon menggunakan ASN untuk mendukung kampanye. Demikian pula UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN mengatur netralitas ASN dalam politik.

“Tim Advokasi CSSR sudah punya banyak amunisi untuk menangkal semua tuduhan WLMM yang siap dibeber di MK. Tunggu saja, torang punya senjata pamungkas,” tukasnya.

Seperti diberitakab tingkat partisipasi pemilih yang mencapai 86,33% adalah bukti kuat legitimasi pemilu di Kota Tomohon. Partisipasi yang tinggi menunjukkan antusiasme masyarakat umenggunakan hak pilih mereka dan memperkuat hasil Pilkada.

Dengan partisipasi sebesar ini, hasil Pilkada semakin mencerminkan kepercayaan mayoritas rakyat kepada pasangan Caroll Senduk dan Sendy Rumajar (CSSR).

Demikian pula KPU dan Bawaslu telah menjalankan tugas mereka secara profesional dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Fakta bahwa tidak ada laporan signifikan yang diajukan ke Bawaslu terkait pelanggaran TSM menunjukkan bahwa proses pemilu berjalan dengan transparansi dan integritas. Ini semakin memperkuat legitimasi hasil yang telah diputuskan.

Hasil rekapitulasi yang telah diumumkan oleh KPU Kota Tomohon menunjukkan legitimasi kemenangan pasangan CSSR, karena faktanya tidak ada laporan resmi atau rekomendasi dari Bawaslu terkait pelanggaran TSM selama proses Pilkada.

Dengan demikian, hasil yang telah dikeluarkan oleh KPU adalah sah dan mengikat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, Ralph berharap menjadi pertimbangan MK juga demi menjaga stabilitas politik dan keharmonisan sosial di Kota Tomohon.

“Tidak ada cara lain, permohonan PHPU WLMM terkait hasil Pilkada Kota Tomohon haruslah ditolak MK karena tak ada satupun yang dilanggar,” tukasnya sambil kembali mengigatkan soal selisih suara melebihi ambang batas 2%, sebagaimana diatur Pasal 158 UU No. 10 Tahun 2016 dan dugaan pelanggaran TSM tidak memenuhi prosedur hukum, karena tidak pernah dilaporkan ke Bawaslu.(dki)

Share:   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *