Pilkada : Politik Munafik dan Politik Dua Kaki..!!
Oleh : Rinto Nurkamiden Napu, S. Pd. MH
BOHUSAMI.ID, Pilkada 2024 tidak terasa sudah memasuki tahap Kampanye. Para Calon Bupati dan Wakil Bupati sudah mulai turun bertemu dengan masyarakat menyampaikan apa yang menjadi Visi Misi program program kedepan.
Bahkan semua calon sudah mulai melakukan kampanye nya di berbagai tempat walaupun pemilihan pilkada belum dimulai. Sah saja dalam berpolitik memang karena tujuan dari berpolitik ada meraih kemenangan.
Namun seiring berjalan Tahapan Pilkada ada pelajaran yang begitu penting seorang berpolitik tanpa kemunafikan.
Dan Kemunafikan sering menodai demokrasi dan sebagai hama penghancur persatuan dan kekompakan. Hari ini di depan bicara A dan dibelakang bicara B, hari ini mendukung besok tidak dan drama ini serin di lakoni oleh Elit politik yang tidak rasional. Memang ada pemahaman ambigu sebuah politik tidak ada lawan dan kawan yang abadi, tetapi hanya kepentingan yang abadi.
Bagaimana politisi yang baik?
Sebagai orang awam dalam berpolitik mengharapkan bahwa politik dapat dilakukan dengan baik tanpa adanya kemunafikan Seorang politisi yang baik haruslah konsisten antara apa yang di katakan dan apa yang di lakukan, integritas dan akuntabilitas. Seorang politisi harus siap untuk mempertanggung jawabkan tindakan dan keputusan.
Komitmen dalam sebuah keputusan,, ibarat kata jangan ada dusta di antara kita sebuah keputusan yang adadi darat di buang di laut. itu bagian dari cara menikam teman sendiri dari belakang dan cara cara seperti ini susah untuk di jadikan teman.
Kemunafikan Politik Dua Kaki
Politik Dua kaki adalah sebuah kiasan ini sering terjadi dalam perhelatan pesta demokrasi. Politik dua Kaki bisa disebut Politik strategi untuk mengamankan diri bagian dari strategi kemunafikan. Salah satu ciri dari pelaku politik dua kaki adalah “bermain aman”, tak ingin terlihat terlalu condong ke satu kubu.
Biasanya muncul sebagai pahlawan kesiangan. Pelaku “politik dua kaki” sangat berbahaya karena berwajah “teman”, tapi adalah “musuh dalam selimut”.
Realitas buruk yang senantiasa mengiringi perwajahan politik dilakoni oleh Sikap politik Munafik berkaki dua bila menggunakan pandangan David Runciman, dalam bukunya “Political Hypoccrisy: The Mask of Power, from Hobbes to Orwell and Beyond” (2010), merupakan bagian dari penomena politik muka dua. Artinya, dunia politik yang penuh dengan wajah kemunafikan dan sikap standar ganda. Di sini partai politik dan para aktor politik yang ada di dalamnya berdiri di balik jargon-jargon adiluhung. Padahal itu semua adalah penuh dengan seolah-olah, palsu, dan menipu, lalu pada gilirannya hanya dijadikan topeng kekuasaan.
Praktik kemunafikan berkaki dua adalah peran citra mengamankan diri. Orang-orang munafik aslinya adalah para aktor panggung. Dan dalam bahasa Yunani, istilah hypokrisis ini memiliki arti memainkan suatu bagian, sikap berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya.
Pilkada 2024 ke depan kiranya dapat dijadikan momentum berharga dalam upaya pembersihan noda dan borok politik. Terutama noda dan borok politik yang diakibatkan oleh praktik-praktik politik kemunafikan berkaki dua.
Dalam rangka menghindari politik munafik berkaki dua, perlu kiranya diperhatikan kembali Hadis Nabi Muhammad SAW tentang tiga tanda-tanda orang munafik. Yaitu, “apabila ia berkata, ia berbohong; apabila ia berjanji, ia meningkari; dan apabila ia diamanati, ia khianati”.
Dalam konteks menjelang Pilkada 2024, politik kemunafikan berkaki dua dapat dievaluasi dengan memperhatikan kembali terhadap perilaku dan sikap politik nya.
Sifat Munafik merupakan karakter paling berbahaya. Bisa bisa berbahaya untuk dirinya sendiri sekaligus berbahaya bagi lingkungan kerja dan politik nya. Oleh sebab itu, dalam dunia politik, bila ada sifa bermuka dua, maka tunggulah kehancuran..sehingga jangan biarkan Politik bermuka dua jika itu di biarkan maka kiamat politik namanya. (***)