Diduga Ada Pungli, APH Diminta Usut PMD Minahasa dan Apdesi

Bagikan:

BOHUSAMI.ID, MANADO – Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Minahasa disinyalir memungut Rp 10 juta kepada semua kepala desa yang akan mengikuti Studi Tiru dan Bimtek di Bandung, dan melibatkan pengurus Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) yang sudah demisioner. Aparat Penegak Hukum (APH) pun diminta menelisik hal ini.

Pungutan tak resmi ini mulai meresahkan sejumlah kepala desa karena PMD diduga telah menginstruksikan agar dana tersebut dibebankan atau diambil dari Alokasi Dana Desa (ADD) masing-masing.

Salah satu pengurus Apdesi yang mengaku sebagai pengurus resmi mengungkapkan, PMD diduga melibatkan Apdesi yang tidak ada, untuk menarik dana jutaan rupiah itu dari Dana Desa yang kemudian dipergunakan bagi Studi Tiru dan Bimtek di Bandung tersebut.

“Studi Tiru dan Bimtek ini memang menjadi program strategis bagi pemerintah desa. Sebab, bisa mengambil komparasi dengan daerah lain kemudian diimplementasikan di desa masing-masing. Tapi menjadi masalah karena melibatkan Apdesi yang tidak sah secara hukum,” ujar pengurus yang meminta identitasnya tak dipublikasikan itu.

Dia mencurigai kegiatan Studi Tiru dan Bimtek kali ini hanya diperalat untuk menarik Dana Desa bagi kepentingan lain yang tak ada hubungannya dengan pengembangan pembangunan di desa.

Apalagi, ungkap pengurus ini, dia mendapat informasi jika dana yang ditarik dari dana desa ini wajib disetorkan kepala desa ke Dinas PMD Minahasa. “Karena dugaan ini sudah berkembang dan meresahkan, tidak ada salahnya jika APH di Minahasa harus turun memeriksa,” katanya, Rabu (3/7/2024) siang.

Dikatakan, sinyalemen makin kuat karena Dinas PMD Minahasa yang dipimpin Arthur Palilingan itu telah mengeluarkan instruksi kepada setiap kepala desa harus segera menyetorkan uang sebesar Rp10 juta itu sebelum ke Bandung pada 8 – 11 Juli untuk dua kloter.

Ironisnya dalam praktik ini, jelas sumber, PMD mengajak wadah lain yakni Apdesi yang diduga tidak memiliki kepengurusan sah di pusat alias demisioner untuk berkolaborasi.

“Berdasarkan perhitungan sementara, kegiatan yang hanya dua hari itu biayanya cuma Rp 6 juta, sudah termasuk tiket PP,” sebutnya.

Jika PMD dan Apdesi versi DPP demisioner menarik Rp10 juta kepada semua kepala desa, sumber ini memperkirakan dana terkumpul sekitar Rp 2 miliar. Sedangkan kebutuhan riil hanya menyentuh angka Rp 1,3 miliar.

“Terlepas dari berapa besar profit yang didapat dari kegiatan ini, harusnya transparan agar dana lebih diperuntukan ke mana dan pemanfaatannya untuk apa harus jelas. Kalau 10 juta idealnya lebih dari dua hari supaya tidak terkesan mark up. Berapa peruntukan kegiatan itu yang tertata di APBD (itulah) yang (seharusnya) jadi patokan, bukan (seperti) cara begitu tanpa ada rinciannya,” papar sumber lagi.

Karena itu, dia menyarankan PMD dan Apdesi demisioner itu membuat rincian anggaran kegiatan agar jelas dan transparan sesuai prinsip good governance. “Jangan-jangan memang sengaja tidak ridak dirinci, karena akan kelihatan (jumlah) besaran selisihnya,” tambah sumber lagi.

Dihubungi terpisah Wakil Sekretaris DPD Apdesi Sulut versi Munaslub, Rolex Tatunoh, enggan mengomentari Studi Tiru dan Bimtek tersebut.
“Dananya memang sudah tertata di APBDes. Namun bukan ranah kami mengomentari hal itu. Kalaupun ada yang janggal ya soal kolaborasi PMD dan Apdesi. Sebab, kepengurusan DPP Apdesi versi Munaslub punya struktur resmi dari pusat kemudian daerah dan cabang,” kata dia. Setahu kami di Minahasa ada DPC meski caretaker namun punya SK sah dan resmi l, tapi kalau yang dilibatkan bukan DPC tapi yang mengaku DPD provinsi hasil Musda baru-baru ini tentu hanya PMD yang tahu,” beber Tatunoh.

Sementara, Ketua DPD Pelopor Angkatan Muda Indonesia Perjuangan (PAMI-P) Sulut Jefry Sorongan meminta Kepolisian dan Kejaksaan segera memeriksa motif di balik pungutan Dinas PMD itu, termasuk dilibatankannya oknum pengurus Apdesi yang tidak resmi tersebut.

“Sebaiknya (APH) langsung mengusut itu. Ini sudah ada indikasi pungli. Apdesi yang tidak resmi bebas berafiliasi dengan institusi pemerintah untuk menarik dana. Ada apa ini,” ujar Jefry Sorongan.

Soal pungutan PMD untuk kegiatan di Bandung yang dibebankan dari dana desa dan dikibatkannya Apdesi yang tidak resmi ini, sudah diupayakan konfirmasi ke Kepala Dinas PMD Minahasa Arthur Palilingan melalui pesan Whatsapp hanya menjawab “Ya”. Tapi ketika dihubungi via panggilan, Arthur Palilingan sudah tidak merespon lagi hingga berita ini diturunkan.(dki)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *