Oleh : Ali Mobiliu
Jika di Indonesia ada “Sang Proklamator,” maka di Gorontalo ada “Sang Deklarator” . Itulah fakta sejarah yang tidak bisa dilupakan, sebagaimana pesan mendiang Presiden pertama RI Ir. Soekarno “JAS MERAH” artinya Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.
Meski masih banyak agenda pembangunan yang menjadi tujuan pembentukan Provinsi Gorontalo belum sepenuhnya terwujud, namun ungkapan rasa syukur bahwa sejak menjadi Provinsi ke-32 di Indonesia, Gorontalo saat ini telah mampu menggalang semangat kebersamaan meraih kemajuan di segala bidang, baik kemajuan di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) pembangunan infrastruktur kemajuan di bidang lainnya. Berbagai kemajuan itu sekaligus menjadi sumber motivasi bagi generasi muda untuk tampil membumikan karya dan karsanya untuk masa depan Gorontalo tercinta.
BOHUSAMI.ID, – Menjadi sebuah Provinsi, tidak lahir begiru saja, melainkan diraih melalui sebuah proses yang cukup panjang dan melelahkan. Juga tidak tidak hanya melibatkan sekelompok orang, tapi seluruh elemen di masyarakat Gorontalo.
Dalam sejarahnya, benih semangat untuk mewujudkan Gorontalo menjadi sebuah Provinsi sudah tumbuh sejak tahun 1950-an. Menurut salah seorang mantan aktivis pembentukan Provinsi Gorontalo, Mustari Sumaga, Politisi Sulawesi Utara asal Gorontalo, Mus Niode pernah mengusulkan Provinsi Gorontalo ke Jakarta. Namun karena kondisi negara pada waktu itu yang belum stabil, maka upaya itu gagal.
Selanjutnya pada era tahun 1960-an, Ketua DPRD-GR Kodya Gorontalo periode 1961-1971, Yusuf Halalutu yang juga tokoh Guru dan pendiri PGRI Gorontalo, juga pernah memperjuangkan terbentuknya Provinsi Gorontalo, namun hal itu kandas, karena kurangnya dukungan SDM dan tentu karena momentumnya yang kurang tepat.
Nelson Pomalingo Foto Bersama dengan Ketua DPR RI Ir. Akbar Tanjung Usai Pengesahan Undang-undang Tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo
Namun semangat untuk mewujudkan Gorontalo menjadi sebuah Provinsi terus tumbuh dan mekar di kalangan masyarakat Gorontalo. Apalagi dengan kondisi Gorontalo yang tidak mengalami perkembangan yang cukup memadai dibandingkan dengan Kota Manado kala itu, maka “kecemburuan” Gorontalo yang merasa dianaktirikan oleh Provinsi induk, tidak bisa dipungkiri menyelinap dalam “hati kecil” rakyat Gorontalo. Hanya saja, rasa kecewa atau cemburu itu tidak meledak, karena semboyan Bolaang-Hulondtalo, Sangir-Minahasa (BOHUSAMI), Torang samua basudara”, menjadi sisi lain yang turut meredam hal itu selama puluhan tahun lamanya.
Momentum gerakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa yang mulai begejolak tahun 1997 hingga 1998, seakan membangkitkan kembali semangat pembentukan Provinsi Gorontalo. Basri Amin, Hasanudin dan Rustam Tilome dalam bukunya Mengukuhkan Jati Diri Gorontalo (Ombak 2013) menyebutkan, adalah Himpunan Pelajar-Mahasiswa Indonesia Gorontalo (HPMIG), yang mulai mewacanakan dan menyuarakan pembentukan Provinsi Gorontalo.
Puncaknya, Pada 20 Januari 1999, PB HPMIG melaksanakan Musyawarah Besar (Mubes) V di Gorontalo yang dpimpin oleh Ketua PB HPMIG ketika itu Fery Yuniarto Kono hingga melahirkan rekomendasi pembentukan Provinsi Gorontalo. Keesokan harinya, PB HPMIG, pemuda dan elemen masyarakat lainnya turun ke jalan menuju RRI untuk menyampaikan surat pernyataan tuntutan pembentukan Provinsi Gorontalo yang dibacakan oleh Alex Olii.
Setelah itu, eksponen mahasiswa Gorontalo yang tinggal di Asrama Mahasiswa jalan Salemba Tengah No. 29 Jakarta memprakarsai kegiatan Seminar yang berta- juk “Dulohupa Masyarakat Gorontalo” pada 20 Juni 1999 dengan tema “Pengembangan Daerah Gorontalo ke depan”. Peserta Seminar adalah tokoh-tokoh yang berpen- garuh di Gorontalo. Tampil sebagai pembicara kala itu, Dr. Ir. Nelson Pomalingo mewakili Rektor IKIP Gorontalo, Ir. Arie Muhtar Pedju, M.Sc, Prof. Jhon Ario Katili, Drs. Tham- rin Djafar, Adam Inaku dll. Sementara panelis kegiatan diantaranya Agung Mozin, Ir. Halim Usman dan Ir. Suharso Monoarfa.
Dalam kegiatan seminar tersebut, wacana pembentukan Provinsi Gorontalo kembali diangkat oleh Abdullah Lahay (Tokoh Pers) dengan mengusulkan “Gorontalo harus menjadi sebuah Provinsi” yang ternyata usulan tersebut mendapat respon positif dan menjadi salah satu rekomendasi Seminar Dulohupa.
Selain Mahasiwa, kalangan tokoh-tokoh Gorontalo, baik di Gorontalo maupun tokoh-tokoh Gorontalo rantau juga tidak kalah. Dari kalangan tokoh-tokoh ini, lahirlah berbaagai wadah perjuangan pembentukan Provinsi Gorontalo, antara lain, Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Gorontalo-Tomini Raya (P4GTR) yang dikomandoi Hi. Natisr Mooduto dengan 179 anggota yang terbentuk pada 7 Desember 1999 di Hotel Yulia Gorontalo. Selanjutnya pada 20 Desember 1999 terbentuk Forum Aliansi Masyarakat Tomini Raya (F-AMATORA), Solidaritas Masyarakat Indonesia Provinsi Gorontalo (Somasi Prontal) dipimpin Manaf A. Hamzah, Kesatuan Aksi Pemuda Masyarakat Gorontalo untuk Provinsi (KPMGP), Forum Bersama (Forbes) Duluwo Limo Lo Pohala’a di Makassar dan Gerakan Pemuda Gorontalo (GPG). Di Jakarta dibentuk Forum Silaturahmi Masyarakat Tomini Raya (Forsmatora) yang diketuai Roem Kono.
Sejarah Terbentuknya Presnas
Lahirnya berbagai organ pembentukan Provinsi Gorontalo tersebut di atas, dalam perkembangannya membawa kesan adanya “perjuangan sendiri-sendiri” sehingga tidak terstruktur dan tersistematis. Melihat gelagat yang kurang menguntungkan tersebut, Nelson Pomalingo yang kala itu menjabat Pembantu Ketua (PK) IV STKIP Gorontalo memiliki pemikiran yang prospektif, bahwa seluruh organ perjuangan pembentukan Provinsi Gorontalo harus bersatu dalam sebuah wadah yang menjadi “representasi” dari semua elemen di masyarakat untuk bersama-sama berjuang secara terstuktur dan tersistematis dalam rangka mewujudkan Provinsi Gorontalo.
Berangkat dari kesadaran itulah, maka Nelson Pomalingo menemukan momentum yang tepat untuk menyatukan seluruh elemen Gorontalo pada saat pelaksanaan Festival Tumbilotohe pada awal Januari tahun 2000 yang diprakarsai Suharso Monoarfa.
Usai pembukaan Festival Tumbilotohe tanggal 4 Januari 2000 tersebut, maka seluruh tokoh Gorontalo perantauan dan tokoh Gorontalo lainnya yang memiliki komitmen perjuangan terbentuknya Provinsi Gorontalo, melakukan pertemuan akbar yang bertajuk Silaturahmi Nasional (Silatnas) yang turut dihadiri pengamat politik nasional Fachri Ali.
Pada pertemuan itu, Nelson Pomalingo bertindak sebagai Pimpinan pertemuan sekaligus sebagai tuan rumah, membahas berbagai isu strategis memperjuangkan terbentuknya Provinsi Gorontalo. Setelah melalui berbagai perdebatan yang alot dan berbagai pendapat yang konstruktif, maka pada penghujung kegiatan yang berlangsung hingga Sahur Pukul 04.00 wita dini hari atau tanggal 5 Januari 2000, disepakati terbentuknya Presidium Nasional Pembentukan Provinsi Gorontalo Tomini Raya (Presnas P4GTR) dan ditunjuk sebagai Ketuanya Nelson Pomalingo dan Sekretaris Jenderal Ridwan Tohopi.
Mengapa harus Nelson, Hardi Nurdin dalam bukunya Sang Deklarator (2004) mengutip pernyataan Mohamad Husein Elnino Mohi menyebutkan, paling tidak, terdapat 4 faktor yang menyebabkan Nelson dipercaya sebagai Ketua Pressnas, yaitu, Pertama, Nelson sudah dikenal luas oleh para tokoh, para aktivis, masyarakat perantau dan masyarakat umum. Kedua, mungkin juga karena faktor tuan rumah pelaksanaan Silatnas, Ketiga, faktor konsensus bersama bahwa yang menjadi Ketua harus berdomisili di Gorontalo dan Keempat tidak terlepas dari faktor gelar Doktor yang disandang Nelson. Namun menurut Rustam Tilome yang juga aktivis pembentukan Provinsi Gorontalo, terpilihnya Nelson Pomalingo sebagai Ketua Pressnas, adalah karena faktor kapasitas dan kemampuan Nelson yang dinilai dan diyakini mumpuni. Organisasi ini disepakati merupakan satu-satunya wadah tempat bersatunya seluruh organi dari seluruh elemen tokoh pembentukan Provinsi Gorontalo Tomini Raya yang memiliki kewenangan sepenuhnya untuk menyusun strategis pembentukan Provinsi Gorontalo, terutama dalam melakukan pendekatan-pendekatan ke Pemerintah Pusat.
DETIK-DETIK DEKLARASI
PEMBENTUKAN PROVINSI GORONTALO.
SALAH satu agenda penting yang digagas Presnas Pembentukan Provinsi Gorontalo yang diketuai Nelson Pomalingo dan merupakan hasil keputusan Silatnas I adalah, agenda deklarasi yang dilaksanakan dalam bentuk Apel Akbar. Deklarasi ini penting untuk menunjukkan kepada seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, bahwa semangat pembentukan Provinsi Gorontalo adalah suara, aspirasi dan kehendak seluruh rakyat Gorontalo. Kala itu, agenda deklarasi dijadwalkan akan dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Patriotik 23 Januari 2000 yang dipusatkan di Gelora 23 Januari Telaga.
Kala itu, sekitar pukul 01.00 dini hari Nelsonn Pomalingo menemui tokoh Gorontalo perantauan Hamzah Isa di rumahnya di kompleks Pertamina Kel. Tenda. Disana sudah menunggu Amir Piola Isa, Anggota DPRD Sulut. Hamzah Isa ketika itu menyampaikan, bahwa ia baru saja menerima telepon dari pihak tertentu di Jakarta yang meminta agar Apel Akbar Deklarasi pem- bentukan Provinsi Gorontalo hari itu dibatalkan. Pihak yang dimaksud menyatakan tidak bertanggug jawab bila terjadi insiden. Mereka khawatir akan munculnya “Mataram Kedua”. Mendengar penyampaian itu, Nelson sempat terkejut, bagaimana mungkin acara yang sudah dipersiapkan siang-malam mau dibatalkan….Tidak…Tidak, katanya. Nelson yang ketika itu didukung Amir Piola Isa menolak permintaan itu “The Show Must go on” kata Nelson.
Sekitar pukul 02 dini hari, Nelson baru pulang kembali ke rumahnya di Tuladenggi Telaga Biru sekarang. Sekitar pukul 05.00 wita, Nelson beranjak dari peraduannya untuk menunaikan Sholat Subuh. Setengah jam kemudian, Nelson langsung berangkat menyetir sendiri mobil dinasnya menuju Sekretariat Panitia selanjutnya menuju GOR 23 Januari. Selanjutnya, sejak Pukul 07.00 wita, para pejabat, pelajar, guru dan warga Gorontalo mulai berdatangan dan memadati lokasi upacara.
Beberapa saat setelah upacara Hari Patriotik 23 Januari, corong diambil alih oleh Presnas selaku panitia Apel Akbar dalam rangka Deklarasi Provinsi Gorontalo. Saat itu juga, massa yang berlarian meng- hampiri panggung acara secara berdesak-desakan. Massa yang tadinya berada di pinggir lapangan dan tribun turun ke lapangan. Seketika itu, lapangan hijau berubah warna menjadi lautan manusia. Anggota Presnas yang diminta naik ke atas pentas, nampak berjuang keras menorobos benteng massa. Para Wartawan dari berbagai media massa na- sional dan lokal mulai mengarahkan lensa kameranya ke arah panggung. 460 detik sebelum deklarasi, diawali den- gan Pidato Iftitah oleh H. Nasir Mooduto.
Setelah itu, Nelson Pomalingo didampingi beberapa tokoh Gorontalo mendeklarasikan terbentuknya Provinsi Gorontalo yang disambut dengan penuh gegap-gempita oleh ribuan massa yang hadir ketika itu. Setelah deklarasi, dilanjutkan dengan penandatanganan persetujuan yang melibatkan para tokoh Gorontalo dan diakhiri dengan pidato dari beberapa tokoh dan pejabat Gorontalo. Yang menarik, adalah pidato dari seorang orator Ir. Hamid Dude dari Forbes Makassar yang mendaulat Prof. Hasan Abas Nusi sebagai Gubernur Defakto Provinsi Gorontalo. Setelah sukses menggelar Deklarasi, maka Presnas yang dpimpin Nelson Pomalingo sebagai pemegang mandat pembentukan Provinsi Gorontalo terus melakukan berbagai pendekatan, baik pendekatan administratif dan pendekatan politik dengan berbagai pihak, terutama dengan pihak berwenang di MPR-DPR-RI yang juga mendapat dukungan penuh Pemerintah Kabupaten/Kota serta seluruh komponen masyarakat Gorontalo demi terwujudnya Provinsi Gorontalo. Selama kurang lebih 11 bulan lamanya setelah Deklarasi, Alhamdulillah, pada 5 Desember 2000, DPR-RI mengesahkan Undang-Undang nomor 38 tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi Gorontalo. Undang-Undang tersebut selanjutnya ditandatangani Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) pada 22 Desember 2000. (AM)